SEJARAH DAN
PERKEMBANGAN TAREKAT
Diajukan
untuk memenuhi tugas diskusi pada mata kuliah Akhlaq dan Tasawuf
Disusun oleh :
Edwin Mulyadi Iskandar
Humas A / VI
Sunan Gunung Djati
Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Jurusan Ilmu Komunikasi Prodi Humas
Bandung
2012
Kata pengantar
Alhamdulillah atas izin dan keridhaan
Nya lah makalah berjudul sejarah dan perkembangan terekat ini telah selesai
saya susun. Tarekat sebagai organized mysticism menjadi
pembicaraan yang cukup menarik. Pasalnya, oleh sebagian kalangan, tarekat
dijadikan tertuduh bagi kemunduran Islam abad pertengahan. Perkembangan tarekat
di abad ke 12/13 M, secara simplistik dikaitkan dengan penurunan pengaruh Islam
secara sosio-politik-ekonomi-militer.
Kesimpulan ini tentu saja masih perlu diperdebatkan
mengingat kesamaan masa belum tentu menunjukkan kausalitas dua peristiwa. Pun
demikian, jika kedua peristiwa itu menunjukkan adanya hubungan sebab-akibat,
pertanyaan yang muncul adalah mana di antara dua peristiwa tersebut yang
berposisi sebagai sebab dan mana yang akibat. Klarifikasi ini perlu dilakukan
agar kita bisa melihat secara jernih dan obyektif sehingga terhindar dari
kesimpulan yang kurang tepat.
Citra negatif tentang tarekat menunjukkan masih
banyaknya masyarakat yang belum mengenal apa dan bagaimana tarekat
sesungguhnya. Eksklusivitas gerakan tarekat bisa menjadi salah satu sebab
ketidaktahuan publik atas gerakan mistik ini. Namun bukankah setiap komunitas
pasti memiliki sisi eksklusif dan inklusif. Pada titik ini para praktisi mistik
yang tergabung dalam tarekat perlu menyosialisasikan gerakannya untuk mengikis
image negatif itu.
Untuk memberikan gambaran tentang tarekat, tulisan ini
mencoba mengulas gerakan mistisisme Islam itu. Tentu saja tidak semua sisi
gerakan tarekat bias ter-cover oleh tulisan ringkas ini. Akhir kata
saya ucapkan terimaksih semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang
membacanya. Mohon maaf atas segala kekurangannya, Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Edwin Mulyadi Iskandar
Daftar isi
Kata pengantar............................... 2
Pendahuluan................................... 4
BAB I
Pengertian
Tarekat.......................... 5
BAB II
Sejarah dan
Perkembangan Tarekat. 6
BAB IV
Kesimpulan...................................... 8
Daftar
Pustaka.................................. 9
Pendahuluan
Berbicara tentang perkembangan tarekat di Indonesia tentu tidak akan bisa
lepas dari agama Islam berasal. Islam berasal dari jazirah Arab dibawa oleh
Rasulullah, kemudian diteruskan masa Khulafa ar-Rasyidin ini mengalami
perkembangan yang pesat. Penyebarluasan Islam ini bergerak ke seluruh penjuru
dunia. Islam datang membawa rahmat bagi seluruh umat manusia.[1]
Tarekat berasal dari bahasa Arab : tarekaq, jamaknya tara’iq. Secara
etimologi berarti : (1) jalan, cara (al-kaifiyyah); (2) metode, sistem
(al-uslub); (3) mazhab, aliran, haluan (al-mazhab);[2] Menurut istilah …tarekat berarti perjalanan
seorang saleh (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara menyucikan diri atau
perjalanan yang harus ditempuh oleh seseorang untuk dapat mendekatkan diri
sedekat mungkin kepada Tuhan [3]
Dalam tasawwuf seringkali dikenal istilah Thariqah, yang berarti jalan,
yakni jalan untuk mencapai Ridla Allah. Dengan pengertian ini bisa digambarkan,
adanya kemungkinan banyak jalan, sehingga sebagian sufi menyatakan, At thuruk bi adadi anfasil mahluk, yang artinya
jalan menuju Allah itu sebanyak nafasnya mahluk, aneka ragam dan macamnya.
Orang yang hendak menempuh jalan itu haruslah berhati hati, karena : Ada yang
sah dan ada yang tidak sah, ada yang diterima dan ada yang tidak diterima.
(Mu’tabarah. Wa ghairu Mu’tabarah)
Ada beberapa hal yang menjadi penting dalam pembahasan sejarah perkembangan
tarekat di Indonesia, yakni :
1.
Sejarah pertumbuhan dan perkembangan tarekat
2.
Periodisasi sejarah perkembangan tarekat di Indonesia
3.
Penutup
1.
Pembahasan
1.
Sejarah dan perkembangan tarekat
Membicarakan tarekat, tentu tidak bisa terlepas dengan tasawuf karena pada
dasarnya Tarekat itu sendiri bagian dari tasawuf. Di dunia Islam tasawuf telah
menjadi kegiatan kajian keislaman dan telah menjadi sebuah disiplin ilmu
tersendiri. Landasan tasawuf yang terdiri dari ajaran nilai, moral dan etika,
kebajikan, kearifan, keikhlasan serta olah jiwa dalam suatu kehkusyuan telah
terpancang kokoh. Sebelum ilmu tasawuf ini membuka pengaruh mistis keyakinan
dan kepercayaan sekaligus lepas dari saling keterpengaruhan dengan berbagai
kepercayaan atau mistis lainya. Sehingga kajian tasawuf dan tarekat tidak bisa
dipisahkan dengan kajian terhadap pelaksananya di lapangan.
Tumbuhnya tarekat dalam Islam sesungguhnya bersamaan dengan kelahiran agama
islam, yaitu ketika nabi Muhammad SAW diutus menjadi Rasul. Fakta sejarah
menunjukkan bahwa pribadi nabi Muhammad SAW sebelum diangkat menjadi Rasul
telah berulang
kalibertakhannus atau berkhalwat di
gua Hira. Disamping itu untuk mengasingkan diri dari masyarakat Mekkah yang
sedang mabuk mengikuti hawa nafsu keduniaan.[4] Takhannus dan khlalwat Nabi adalah untuk mencari
ketenangan jiwa dan kebersihan hati dalam menempuh problematika dunia yang
kompleks. Proses khalwat yang dilakukan nabi tersebut dikenal dengan tarekat.
Kemudian diajarkan kepada sayyidina Ali RA. dan dari situlah kemudian Ali
mengajarkan kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya sampai akhirnya sampai
kepada Syaikh Abd Qadir Djailani, yang dikelal sebagai pendiri Tarekat
Qadiriyah.[5]
Menurut Al-Jurjani ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali mengatakan bahwa : Tarekat
ialah metode khusus yang dipakai oleh salik (para penempuh jalan) menuju Allah
Ta’ala melalui tahapan-tahapan/ maqamat. Dengan demikian tarekat memiliki dua
pengertian,Pertama ia berarti metode pemberian bimbingan
spiritual kepada individu dalam mengarahkan kehidupannya menuju kedekatan diri
dengan Tuhan. Kedua, tarekat sebagai
persaudaraan kaum sufi (sufi brother hood) yang ditandai dengan adannya lembaga
formal seperti zawiyah, ribath, atau khanaqah. Bila ditinjau dari sisi lain
tarekat itu mempunyai tiga sistem, yaitu: system kerahasiaan, sistem
kekerabatan (persaudaraan) dan sistem hirarki seperti khalifah tawajjuh atau
khalifah suluk, syekh atau mursyid, wali atau qutub.
BAB I
Pengertian Tarekat
Pengertian Tarekat
Tarekat
(Arab: Tariqah) berarti: 1. jalan, cara; 2. keadaan; 3. mazhab,
aliran; goresan/garis pada sesuatu; 5. tiang tempat berteduh, tongkat paying;
6. yang terkenal dari suatu kaum.[1] Dalam pengertian istilahy,
tarekat berarti: 1. pengembaraan mistik pada umumnya, yaitu gabungan seluruh
ajaran dan aturan praktis yang diambil dari al-Qur’an, sunnah Nabi Saw, dan
pengalaman guru spiritual; 2. persaudaraan sufi yang biasanya dinamai sesuai
dengan nama pendirinya.[2]
Ilmuan Barat
sering menyebut tarekat dengan istilah Sufi Order. Termaorder ini
awalnya digunakan dalam kelompok-kelompok monastik besar Kristen seperti
Fransiscan dan Benedictan. Pengertian order ini kemudian
diluaskan kepada sekelompok manusia yang hidup bersama di bawah disiplin
bersama. Sehingga kemudian terma order diterapkan
penggunaannya pada tarekat. Meski demikian, istilah order dalam
Kristen dan tarekat pada Islam memiliki titik-titik perbedaan, seperti aturan
keharusan hidup membujang bagi rahib-rahib Kristen dan aturan legal yang ketat
terpusat pada otoritas tunggal Paus berbeda dengan tarekat.[3] Perbedaan kedua istilah itu juga
ditegaskan oleh Fazlur Rahman dengan melihat pengertian asal keduanya. Poin
penekanan terma order terletak
pada aspek organisasi, sedangkan tarekat
selain bermakna organized sufism, juga merupakan jalan sufi
yang mengklaim memberikan bimbingan mistik manusia untuk mendekatkan diri
dengan Tuhan. Karenanya, tarekat bisa eksis tanpa adanya sebuah organisasi persaudaraan.
Tentunya, tegas Rahman, sebelum keberadaan organized Sufism telah
ada tarekat yang bermakna school of sufi doctrine.[4]
Tarekat
sebagai organized sufism hadir sebagai institusi penyedia
layanan praktis dan terstruktur untuk memandu tahapan-tahapan perjalanan mistik
yang berpusat pada relasi guru murid; otoritas sang guru yang telah mendaki
tahapan-tahapan mistik harus harus diterima secara keseluruhan oleh sang murid.
Ini diperlukan agar langkah murid untuk bertemu dengan Tuhan dapat terlaksana
dengan sukses.
BAB II
Sejarah dan Perkembangan
Tarekat
Sejarah
Perkembangan Tarekat
Tarekat telah
dikenal di dunia Islam terutama di abad ke 12/13 M (6/7 H) dengan hadirnya
tarekat Qadiriyah yang didasarkan pada sang pendiri Abd Qadir al-Jilani
(1077-1166 M), seorang ahli fiqih Hanbalian yang memiliki pengalaman mistik
mendalam. Setelah al-Jilani wafat, ajaran-ajarannya dikembangkan oleh
anak-anaknya dan menyebar luas ke Asia Barat dan Mesir.[6] Tarekat Qadiriyah ini mengikuti
corak tasawufnya al-Gazali, yaitu tasawuf suni.[7]
Meski marat di
abad tersebut, embrio tarekat telah ada sejak abad ke 3 / 4 H dengan munculnya
Malamatiyah yang didirikan oleh Hamdun Al-Qashshar, Taifiyah yang mengacu pada
Abu YAzid al-Bistami, al-Khazzaziyah yang mengacu pada Abu Said al-Khazzaz.
Namun tarekat-tarekat ini masih dalam bentuk yang sederhana.[8]
Sufisme abad 3-4 H
merupakan kritik terhadap kemewahan hidup para penguasa dan kecenderungan
orientasi hidup masyarakat muslim pada materialisme. Keadaan ini memberikan
sumbangsih pada terjadinya degradasi moral masyarakat.[9] Keadaan politik yang penuh
ketegangan juga memberikan peran bagi pertumbuhan sufisme abad tersebut. Dalam
konteks ketegangan politik ini terdapat beberapa daerah yang berkeinginan
memisahkan diri dari kekuasaan Bani Abbas. Ada dua model pemisahan tersebut:
pertama, secara langsung memberontak. Ini dilakukan oleh sisa-sisa kekuatan
Umayyah yang selamat. Mereka mendirikan kekuatan baru di Andalusia. Halserupa
juga
dilakukan oleh Bani Idrisiah di Maroko. Cara
kedua dengan pembangkangan membayar upeti kepada kekuasaan pusat. Daerah-daerah
ini secara perlahan kemudian memisahkan diri dari pusat atau sekedar mengakui
pusat secara formalitas. Ini dilakukan oleh, seperti, Daulah Aghlaliyah di
Tunis dan Tahiriyah di Khurasan.[10]
Kondisi politik
yang tegang tersebut tidak lepas dari ketidakmampuan pemimpin Abbasiyah
mengendalikan para pembantunya. Bahkan para pemimpin Abbasiyah hanya menjadi
pemimpin secara de jure, de facto-nya yang memimpin
adalah pejabat-pejabat dari bangsa-bangsa yang banyak masuk kekuasaan,
seperti Arab, Persia, atau Turki. Seperti diketahui kekuasaan pemerintahan di
tangan Bani Abbas secara total terjadi di awal pemerintahan, yaitu pada
pertengahan abad ke 8 hingga pertengahan abad ke 9 M, dan di akhir pemerintahan
ketika kekuasaannya hanya tersisa di sekitar Baghdad pada awal abad ke 11 hingga
pertengahan abad ke 13 M. Di antara kedua era tersebut Bani Abbas hanya menjadi
simbol kekuasaan, pengambil dan pelaksana kebijakan bergilir dan bersaing
antara bangsa Arab, Persia, dan Turki. Di tengah kedua era tersebut semangat
chauvinisme begitu kuat di tengah masyarakat.[11]
Maraknya praktek
sufisme dan tarekat di abad ke 12-13 M juga tidak lepas dari dinamika
sosio-politik dunia Islam. Abad ke 11-13 M merupakan zaman disintegrasi politik
Islam. Kekuasaan khalifah menurun dan akhirnya Baghdad dirampas dan dihancurkan
oleh Hulagu Khan di tahun 1258. Kekhalifahan sebagai lambang persatuan umat
Islam telah tiada. Di abad ke 13-15 M disintegrasi semakin meningkat.
Pertentangan antara Syiah-Sunni dan Arab-Persia semakin meningkat. Dan umat
Islam pun memasuki “the dark agesâ€-nya.[12]
Di tengah
instabilitas politik inilah sebagian umat Islam mencoba mempertahankan tradisi
keberislamannya dengan melakukan oposisi diam(silent opposition) dengan
menyebarkan aspek esoterisme Islam ke tengah-tengah masyarakat dalam bentuk
tarekat-tarekat. Sikap ini dapat diperbandingkan dengan respons umat Islam
Nusantara terhadap kekuasaan kolonial Belanda dengan mendirikan
pesantren-pesantren untuk mempertahankan identitas dan praktek keberislaman
mereka.[13]
Perkembangan
tarekat dibagi oleh Harun Nasution menjadi tiga, yaitu: 1. tahap Khanaqah, di
mana para shaykh mempunyai sejumlah murid yang hidup secara bersama-sama di
bawah peraturan yang tidak terlalu ketat. Shaykh menjadimurshid yang
dipatuhi. Kontemplasi dan latihan-latihan spiritual dilakukan secara individual
dan kolektif. Ini terjadi sekitar abad ke 10 M;[14] 2. tahap tariqah di abad ke 13 M.
Di tahap ini ajaran-ajaran, peraturan, dan metode-metode tasawuf di tarekat
telah dimapankan. Juga muncul pusat pengajaran tasawuf dengan silsilahnya
masing-masing;
3.tahap taifah. Terjadi sekitar abad ke 15 M.
Di sini terjadi transmisi ajaran dan peraturan kepada pengikut. Muncul juga
tarekat dengan cabang-cabang di tempat lain. Di tahap ini tarekat memiliki
makna sebagai organisasi sufi yang melestarikan aaran shaykh tertentu.[15]
BAB III
Kesimpulan
Tarekat merupakan
gerakan sosial yang terus mengalami perkembangan seiring dengan perubahan waktu
dan tempat berpijaknya. Tulisan ini hanya sekedar catatan awal yang mencoba
mengantarkan kita memasuki gerbang pengetahuan tentang tasawuf dan, khususnya,
gerakan tarekat. Ada banyak hal yang belum tersentuh oleh tulisan ringkas ini.
Tentunya, hal ini membuka pintu-pintu bagi penulis lain untuk mengungkapkannya
secara jelas dan terperinci. Allahu A`lam.
Adapun kesimpulan dari sejarah dan
perkembangan tarekat adalah sebagai berikut :
1.
Berdasarkan Uraian sebelumnya dapat difahami bahwa
Tarekat sebanarnya telah ada Sejak munculnya Islam yakni tatkala Rasulullah SAW
melakukan Takhannus atau berkhalwat di Gua Hira. Apa yang dilakukan Rasullah
ini selain untuk mencari ketenangan hati dan kebersihan jiwa juga yang
terpenting adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan khusyu. Sebagaimana
pula halnya para penganut tarekat pada umumnya yang berusaha memaknai hidup ini
dengan berusaha semaksimal mungkin mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui Tarekat.
2.
Banyaknya Tarekat-tarekat yang tumbuh dan berkembang
di Dunia Islam (Dinasti-dinasti Islam di Persia atau Jazirah arab dan
sekitarnya) berdampak pula dengan menyebarkan Tarekat-tarekat ini di Nusantara.
Diantara Faktor yang menyebabkan cepatnya tarekat ini berkembang di Nusantara
adalah karena jalur perdagangan melalui laut yang sudah lancer yang bisa
menghubungkan satu daerah dengan daerah lain di Nusantara bahkan di Dunia,
Faktor lainnya adalah adanya kesadaran Ulama-ulama Indonesia untuk mendalami
ilmu agama khususnya di luar Nusantara seperti di Makkah.
3.
Tarekat tidak bisa dibatasi dari aspek pemaknaan saja
bersadarkan pemahaman yang telah berkembang sebelumnya yakni bahwa Tarekat merupakan
jalan atau metode yang ditempuh untuk mendekatkan diri sedekat mungkin dengan
Allah SWT. Kenyataannya bahwa Tarekat itu memiliki makna lain yang bisa lebih
spesifik misalnya Tarekat di maknai sebagai faham Mistik yang dapat
mendatangkan kekuatan gaib dan semacamnya.
Daftar Pustaka
Abu Hamid, Syeikh Yusuf Tajul Khalwat; Suatu
Kajian Antropologi Abu al-Wafa al-Ghanimi al-Taftazani, Madhal Ila al-Tasawuf
al-Islamy Ali, Daud M, Hukum Islam Pengantar: Hukum dan tata Hukum Islam
diIndonesia Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995
Azra Azyumardi, Islam di Asia Tenggara :
Pengantar Pemikiran dalam Azyumardi Azra(Peny), Perpektif Islam diAsia
Tenggara, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1989
Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad XVII dan XVIII: Melacak Akar-Akar Pembaruan Pemikiran Islam di
Indonesia, Bandung:Mizan, 1998
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi
Islam,jilid 5,Jakarta: Ictiar Baru Van Hoeve, Cet IV, 1997
http://www.Sufiesnews.com-Tarekat
Laili Mansur, H.M, Ajaran dan Teladan para sufi, Jakarta: Srigunting,1996
Mubarok Jaih, Sejarah Peradaban Islam”, Bandung:Pustaka Bani Quraisy, Cet II,
1995
Mansur Ahmad Suryanegara,Menemukan Sejarah
Rencana Pergerakan Islam di Indonesia,Mizan Cet IV, 1998
Pijper, GF, Fragmenta Islamica: Beberapa
tentang Studi tentang Islam di Indonesia abad 20, terjemahan oleh
Tudjiman,Jakarata: UI Press, 1987 Snouck Hurgronje,C, Aceh:Rakyat dan Adat
Istiadatnya (1), Jakarta INIS, 1997
Sri Mulyati (et.al), Mengenal dan Memahami
Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia,Jakarta: Kencana,Cet II, 2005
Thohir Ajid, Gerakan Politik Kaum Tarekat:
Telaah Historis Gerakan Politik Antikolonialisme Tarekat
Qadiriyah-Naqsyabandiyah di Pulau Jawa,Bandung, Pustaka Hidayah, Cet I, 2002
[1] Louis
Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lugah wa al-A’lam (Beirut: Dar
al-Mashriq, 1992), 565
[2] Jean Louis
Michon, “Praktek Spiritual Tasawuf†dalam Syed Hossein Nasr (ed), Ensiklopedi Tematis Dunia Islam,
terj. Rahmani Astuti (Bandung: Mizan, 2002), 357-394
[3] Carl W
Ernst, The Shanbala Guide to Sufism (Boston&London:
Shanbala Publ., 1997), 120
[4] Fazlur
Rahman, Islam (Chicago & Lonon: University of Chicago
Press, 1979), 156-157s
[6] William
Montgomery Watt, Islam, terj. Imron Rosyidi (Yogyakarta: Jendela,
2002), 158
[7] Alwi
Shihab, Islam Sufistik (Bandung: Mizan, 2001), 172
[9] Aboe Bakar
Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat (Solo: Ramadhani, 1993), 74
[10] Lihat CE
Bosworth, Dinasti-dinasti Islam, terj. Ilyas Hasan (Bandung: Mizan,
1993), 29-30. Juga Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta:
PT Raja Grafino Persada, 2000), 64
[11] Ali
Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Ciputat: Logos,
1997), 89
[12] Harun
Nasution, Pembaharuan Dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), 13-14.
Menyebut abad tersebut sebagai abad kegelapan sesungguhnya kurang tepat
mengingat saat itu umat Islam juga menghasilkan banyak karya di bidang sastra
dan arsitektur. Untuk mengetahui lebih jauh kondisi umat Islam abad
pertengahan, baca Syafiq A Mughni, Dinamika Intelektual Islam pada Abad
Kegelapan (Surabaya: LPAM, 2002).
[13] Mengenai
sikap umat Islam Nusantara tersebut, baca Azyumardi Azra,Pendidikan Islam (Jakarta:
Logos, 1999), terutama bagian kedua.
[14] Tahapan
pertama ini adalah lingkaran murid mengelilingi gurunya yang disebut Khanaqah,
Zawiyah, Khalwa atau Ribat. Meski memiliki pengertian yang sama, yaitu biara
sufi, istilah-istilah tersebut mengandungi sedikit perbedaan. Khanaqah lebih
merupakan tempat peristirahatan bagi traveller sufi atau
jamaah haji. Tempat ini digunakan pertemuan dan shalat secara berkala ketika
anggota lingkaran bepergian selama setahun atau lebih. Di Khanaqah, dalam
hubungan guru-murid, tidak secara kaku tersentral pada figur guru. Official
Khanaqah berperan lebih sebagai adiministrator dari pada sebagai pengembara
ruhani. Ribat didirikan di daerah perbatasan sebagai biara Muslim di lingkungan
non-Muslim. Figur shaykh menjadi pusat aktivitas. Sedang Zawiyyah berbentuk
lebih kecil dan berpusat pada shaykh. Zawiyyah awalnya tidak permanent,
khususnya ketika sang guru bepergian. Baca J Spencer Trimingham, The
Sufi Orders in Islam (London, Oxford & New York: Oxford Univ
Press, 1973), 5, 6, 166, 168, dan 169
[15] Harun
Nasution, Islam Rasional (Bandung: Mizan, 1996), 366